Sunday, November 17, 2013

SINERGI DI RUANG KELAS


             Sebagai guru, saya mulai percaya bahwa banyak kelas yang benar-benar hebat ternyata berbeda di tepi kekacauan. Sinergi menguji apakah guru dan murid benar-benar terbuka terhadap prinsip keseluruhan lebih besar daripada jumlah bagian-bagianya
            Ada kalanya guru atau murid tidak mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi. Pada mulanya, di ciptakan sebuah lingkungan yang aman yang memungkinkan orang benar-benar terbukadan belajar serta mendengarkan gagasan satu sama lain. Lalu, muncul sumbang saran, di mana semangat evalusi di nomorduakan setelah semangat kreativitas, imajinasi, dan pembentukan jaringan intelektual. Lalu, fenomena yang sepenuhnya yang luar biasa mulai terjadi. Seluruh kelas di ubah dengan dorongan gairah baru, gagasan baru, arah baru yang sulit didefinisikan namun hampir dapat di rasakan dengan jelas oleh orang-orang yang terlibat.
            Sinergi hampir seperti sebuah kelompok yang secara kolektif setuju untuk menomerduakan naskah yang lama dan menulis naskah yang baru.
            Saya tidak akan pernah melupakan sebuah kelas universitas yang saya dan gaya kepimpinan pada saat mata kuliah filsafat. Kami baru saja kira-kira tiga minggu dalam semester itu ketika, di tengah sebuah presentasi, salah seorang mahasiswa mulai menceritakan beberapa pengalam pribadi ya ng emosional sekaligus memberi wawasan. Semangat rendah hati dan hormat timbul di kelas tersebut, penghormatan terhadap individu ini dan penghargaan atas keberaniannya.
            Semangat ini menjadi tanah yang subur untuk usaha yang sinergistik dan kreatif. Mahasiswa-mahasiswa lain mulai ketularan, mereka menceritakan beberapa pengalaman dan wawasan mereka dan bahkan beberapa keraguan diri mereka. Semangat kepercayaan dan rasa aman mendorong banyak dari mereka untuk menjadi sangat terbuka. Bukannya menyajikan apa yang sudah mereka siapkan, mereka memanfaatkan wawasan dan gagasan satu sama lain dan mulai menciptakan skenario yang seluruhnya baru mengenai dapat memberi arti apakah kelas itu.
            Saya sangat terlibat di dalam prosesnya. Sebenarnya, saya nyaris terpesona oleh pengalaman itu karena begitu ajaib dan kreatif. Dan saya mendapatkan diri saya berangsur-angsur mengendurkan komitmen saya pada struktur kelas dan merasakan kemungkinan-kemungkinan yang seluruhnya baru. Ini bukan kilasan fantasi, ada perasaan matang dan stabil dan substansi yang jauh lebih penting daripada struktur dan rencana lama.
            Kami meniggalkan sialabus yang lama, buku teks yang sudah di beli dan semua rencana presentasi, dan kami menyusun tujuan, proyek dan tugas baru. Kami menjadi begitu bergairah mengenai apa yang terjadi sehingga dalam waktu kira-kira tiga minggu kemudian, kami semua meraskan keinginan yang meluap-luap untuk menceritakan apa yang terjadi kepada orang lain.
            Dari pengalam ini muncullah sebuah budaya yang sangat unik, kohesif, dan sinergistik yang tidak berakhir hanya pada semester itu. Selama bertahun-tahun, Pertemuan-pertemuan alumni di adakan di antara anggota kelas itu. Bahkan sekarang ini, beberapa tahun sesudahnya, ketika kami bertemu satu sama lain, kami masih memperbincangkan pengalaman itu dan sering berusaha menjabarkan apa yang terjadi dan mengapa.


UNIVERSITAS GUNADARMA
http://www.gunadarma.ac.id/
http://studentsite.gunadarma.ac.id
 

MEMANCING UNTUK MENDAPATKAN ALTERNATIF KE TIGA


            Untuk mendapatkan gagasan yang lebih baik tentang bagaimana tingkat komunikasi kita mempengaruhi efektifitas kesalingtergantungan kita, bayangkanlah sekenarion berikut ini :
            Saat ini masa liburan, dan seorang suami ingin mengajak keluarganya ke desa dekat untuk berkemah dan memancing. Hal ini penting baginya, ia sudah merencanakanya  sepanjang tahun. Ia sudah memesan tempat di sebuah pondok di tepi danau dan memesan perahu sewaan, dan putra-putranya ingin sekali pergi.
            Namun, istrinya ingin menggunakan masa liburan itu untuk mengunjungi ibunya yang sedang sakit di rumahnya yang berjarak 250 mil dari tempat mereka. Si istri jarang mempunyai kesempatan untuk menengok ibunya, dan hal ini penting baginya.
            Perbedaan mereka dapat menjadi penyebab bagi pengalaman negatif yang besar.
            “Rencana sudah di buat. Anak-anak ingin sekali pergi. Kita harus melanjutkan perjalanan memancing ini” kata si suami.
            “Tapi, kita tidak tahu berapa lama lagi ibuku akan bertahan, dan aku ingi berada di dekatnya,” jawab istri. “Inilah satu-satunya kesempatan sengan waktu yang cukup untuk pergi ke sana.”
“Sepanjang tahun kita sudah menantikan liburan satu minggu ini.Anak-anak akan menderita karena terpaksa duduk-duduk saja di rumah neneknya selama seminggu. Mereka akan membuat jengkel semua orang. Selain itu, penyakit ibumu tidak terlalu parah. Dan ada saudara perempuanmu yang tinggal kurang dari satu mil jauhnya untuk mengurusnya.”
            “ia ibuku juga. Aku ingin bersamanya.”
            “Kau dapat menelepon ibumu setiap malam. Dan kita merencankan untuk meluangkan waktu bersamanya dalam reuni keluarga hari lebaran nanti. Ingat?”
            “itu masih lebih dari lima bulam lagi. Kita bahkan tidak tahu apakah ia masih hidup saat itu. Selain itu, ia membutuhkan aku, dan ia menginginkan aku.”
            “ia sudah diurus dengan baik. Lagi pula, anak-anak dan aku juga membutuhkanmu.”
            “Ibuku lebih penting daripada memancing.”
            “Suamimu dan anak-anakmu lebih penting daripada ibumu.”
            Mereka tidak sepakat, tetapi akhirnya mereka mungkin muncul dengan semacam kompromi. Merkea mungkin memutuskan untuk berpisah si suami mengajak anak-anaknya memancing di danau dan sementara si istri mengunjungi ibunya. Dan mereka sama-sama merasa bersalah dan sedih. Anak-anaknya merasakanya, dan ini mempengaruhi kesenangan mereka selama liburan.
            Si suami ungkin menyerah pada kehendak istrinya, tetapi ia menurut dengan enggan. Dan sadar atau tidak, ia menampilkan bukti-bukti memenuhi ramalannya mengenai  betapa minggu tersebut membuat semua orang menderita.
            Si istri mungkin menyerah pada kemauan suaminya, tetapi ia akan menarik diri dan bereaksi berlebihan terhadap perkembangan baru apa pun mengenai situasi kesehatan ibunya. Jika penyakit ibunya semakin parah dan akhirnya ibunya meninggal, suaminya tiak pernah dapat memaafkan dirinya sendiri, dan ia juga tidak dapat memaafkan suaminya.
            Suami istri tersebut melihat situasinya dengan cara yang berbda. Dan perbedaan itu dapat menyebabkan mereka berdiri pada dua kutub yang bertentangan, memisahkan mereka, menciptakan keretakan dalam hubungan mereka. Atau insiden ini dapat membawa mereka lebih dekat satu sama lain ke tingkat yang lebih tinggi. Jika mereka mengembangkan kebiasaan kesalingtergantungan yang efektif, mereka pun mendekati perbedaan mereka dari paradigma yang sepenuhnya berbeda. Komunikasi mereka terjadi pada tingkat yang lebih tinggi.


UNIVERSITAS GUNADARMA
http://www.gunadarma.ac.id/
http://studentsite.gunadarma.ac.id
 



MENGAMBIL INISIATIF


             Sifat dasar kita ialah bertindak, dan bukan menjadi sasaran tindakan. Selain memungkinkan kita memilih jawaban terhadap keadaan tertentu, sifat ini memberi kita kekuatan untuk menciptakan keadaan tertentu
            Mengambil inisiatif bukan berarti mendesak, menjengkelkan, atau agresif. Hal ini tidak mengakui tanggung jawab kita untuk menciptakan segalanya terjadi.
            Banyak orang menunggu sesuatu terjadi atau seseorang untuk mengurus mereka. Akan tetapi orang yang akhirnya mempunyai pekerjaan yang baik ternyata adalah orang yang proaktif yang merupakan solusi bagi masalah, bukan masalah itu sendiri, dan yang mempunyai inisiatif untuk mengerjakan apa saja yang di perlukan, konsisiten dengan prinsip-prinsip yang benar, untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.


UNIVERSITAS GUNADARMA
http://www.gunadarma.ac.id/
http://studentsite.gunadarma.ac.id
 

MENDENGARKAN EMPATIK


             “Berusaha mengerti terlebih dahulu” memerlukan prubahan paradigma yang sangat mendalam. Kita biasanya berusaha lebih dahulu untuk di mengerti. Kebanyakan oranag tidak mendengarkan maksud untuk mengerti, mereka mendengar dengan maksud untuk menjawab. Mereka entah berbicara atau bersiap untuk berbicara. Mereka menyaring segala melalui paradigma mereka sendiri, membacakan autobiografi mereka ke dalam kehidupan orang lain.
            “Oh, saya tahu persis bagaimana perasaan anda!”
            “Saya pernah mengalami hal yang sama. Biar saya yang menceritakan kepada anda pengalam saya.”
            Mereka terus menerus memproyeksikan film buatan sendiri pada pada perilaku orang lain. Mereka memberi resep kacamata mereka sendiri kepada semua orang yang berinteraksi dengan mereka
            Jika mereka mempunyai masalah dengan seseorang putra, putri, pasangan, karyawan, sikap mereka adalah, “Orang itu benar-benar tidak mengerti
            Seorang tetangga pernah berkata kepada ayah saya, “Saya tidak bisa mengerti anak saya. Ia benar-benar tidak mau mendengar saya.”
            “Biar saya menyatakan ulang apa yang baru saja anda katakan,” jawab ayah saya. “Anda tidak mengerti anak anda karena ia tidak mau mendengarkan anda?”
            “benar,” jawabnya
            “Biar saaya coba lagi,” ayah saya melanjutkan. “Anda tidak mengerti anak anda karena ia tidak mau mendengarkan anda ?”
 “Itu yang saya katakan tadi,” ia menjawabnya dengan tidak sabar.
            “Saya kira untuk mengerti orang lain, anda perlu mendengarkannya,” ayah saya mengusulkan.
            “Oh!” katanya. Ada jea yang lumayan panjang. “Oh!” katanya lagi, ketika kesadaran mulai muncul. “Oh, ya! tapi saya sangat mengerti dirinya. Saya tahu apa yang ia alami. Saya sendiri pernah mengalami hal yang sama. Saya kira yang tidak saya mengerti adalah mengapa ia tiadak mau mendengarkan saya.”
            Orang ini tidak memiliki gagasan sedikit pun tentang apa yang sebenarnya berlangsung dalam benak anaknya. Ia melihat ke dalam kepalanya sendiri dan mengira ia melihat dunia, termasuk anaknya.
            Begitulah yang terjadi dengan banyak orang. Kita di penuho dengan kebenaran kita sendiri, autobiografi kita sendiri. Kita ingin di mengerti percakapan kita menjadi monolog kolektif, dan kita tidak pernah benar-benar mengerti apa yang sedang berlangsung dalam diri orang lain
            Ketika orang lain berbicara, kita biasanya “mendengarkan” dala salah satu dari empat tingkat. Kita mungkin mengabaikan orang itu, tidak benar-benar mendengarkannya. Kita mungkin berpura-pura. “Ya hmm. Benar.” Kita mungkin mendengarkan secara selektif, mendengar hanya bagian-bagian tertentu dari percakapan. Kita sering melakukan ini sewaktu mendengar celoteh terus menerus dari anak persekolahan. Atau kita mungkin mendengarkan secara atentif, menaruh perhatian dan memfokuskan energi pada kata-kata yang di ucapkan. Tetapi sedikit sekali dari kita pernah memperaktekan tingkat ke lima, bentuk tertinggi dari mendengarkan, yaitu mendengar dengan empatik.


UNIVERSITAS GUNADARMA
http://www.gunadarma.ac.id/
http://studentsite.gunadarma.ac.id
 

MENGERTI SI INDIVIDU


             Benar-benar berusaha untuk mengerti orang lain mungkin merupakan salah satu deposito paling penting yang dapat anda buat, dan ini ialah kunci untuk semua deposito lain. Anda sungguh tidak tahu apa yang merupakan deposito bagi anda  mungkin berjalan-jalan sambil mengobrol, - pergi keluar bersama untuk makan es krim, -mengerjakan proyek bersama, mungkin oleh orang lain tidak di anggap penting sama sekali. Ini mungkin bahkan di pandang sebagai penarikan, jika tidak menyentuh minat atau kebutuhan yang mendalam dari orang tersebut.
            Misi seseorang adalah urusan sepele bagi orang lain. Untuk membuat hal seperti itu, apa yang penting bagi orang lain haruslah sama pentingnya bagi anda sebagaimana orang itu bagi anda. Anda mungkin sedang mengerjakan proyek berprioritas tinggi ketika anak anda sedang berusia enam tahun mengganggu anda dengan sesuatu yang kelihatannya sepele bagi anda, tetapi mungkin sangat penting dari sudut pandangnya.
            Saya mempunyai tetangga yang putranya gemar sekali sepak bola. Tetangga saya sama sekali tidak suka sepak bola. Tetapi pada suatu musim panas, ia mengajak puteranya untuk melihat semua tim liga besar bermain. Perjalanan tersebut mengahabiskan waktu lebih dari enam minggu dan biaya yang sangat besar, tetapi menjadi pengalaman yang sangat mengikat kuat hubungan mereka.
            Tetangga saya di tanya sekembalinya dari perjalanan tersebut, “Anda begitu suka sepak bola?”
            “Tidak.” Jawabnya. “tetapi saya begitu suka anak saya.”


UNIVERSITAS GUNADARMA
http://www.gunadarma.ac.id/
http://studentsite.gunadarma.ac.id