Friday, June 20, 2014

Analisa Debat Pertama Capres Dan Cawapres 2014

Dalam debat capres pertama ini ada beberapa catatan yang menarik. Pertama, tema “Pembangunan Demokrasi Pemerintahan Yang Bersih Dan Kepastian Hukum” debat kali ini tema yang menguntungkan Jokowi-JK. Jokowi berpengalaman menjadi kepala daerah dan JK berpengalaman menjadi wakil presiden. Dalam debat ini terlihat bagaimana Jokowi fasih berbicara, tidak hanya tentang visi misi, tetapi juga strategi kongkrit untuk mengatasi persoalan. Ketika ditanya tentang tidak sinkronnya kebijakan pusat dan daerah, Jokowi menjawab dengan mudah bahwa masalahnya terdapat di politik anggaran. Begitu juga pertanyaan terkait pemilukada.
Sebaliknya, tema ini kurang menguntungkan kubu Prabowo-Hatta. Walaupun Hatta tampil sangat baik dalam menjawab dan menguraikan persoalan, waktu sering kali lebih didominasi Prabowo yang banyak berbicara tentang retorika. Selain itu, tema terkait kepastian hukum akan menyudutkan Prabowo terkait peristiwa 1998.

Kedua, pertanyaan yang dilontarkan masing-masing kandidat tidak seimbang. Pertanyaan dari Prabowo terkait pemilukada yang menelan biaya besar sampai 13 trilyun, sangat mudah dijawab oleh Jokowi yang telah sembilan tahun menjadi kepala daerah. Parahnya lagi, jawaban Jokowi-Hatta bukan dibalikkan oleh Hatta yang justru malah mengamini jawaban kubu seberang. Pada pertanyaan terkait syarat dan kriteria pemekaran, Prabowo justru memberikan kata-kata kunci seperti jumlah penduduk, luas wilayah, kemampuan ekonomi daerah, yang membantu Jokowi menjawabnya.
Sebaliknya, JK menanyakan pertanyaan yang menohok Prabowo terkait pelanggaran HAM yang sudah menjadi kampanye negatif sejak awal deklarasi. Pertanyaan yang sama sudah diajukan moderator dalam format yang lain yang tidak dijawab Prabowo. Sayangnya, Prabowo terlihat emosional menjawab pertanyaan “mudah” ini. Suaranya bergetar cukup terasa sehingga Jokowi meredamnya dengan mengatakan Prabowo terlalu bersemangat. Pertanyaan terkait HAM untuk Prabowo adalah pertanyaan yang sudah diajukan ratusan kali dan hampir pasti akan diajukan dalam debat capres. Seharusnya, Prabowo dapat dengan mudah menjawab pertanyaan ini. Untungnya, Prabowo tampak cepat kembali menurunkan emosinya ke level normal.
Ketiga, Jokowi terlihat lebih melakukan persiapan dibandingkan Prabowo. Bahkan, terlihat jelas bagaimana “contekan” Jokowi terpampang cukup lama diluar jasnya. Belakangan ramai di twitter yang mengatakan itu adalah contekan doa Jokowi dari ibu, padahal ukuran kertasnya terlihat berbeda. Pada sesi terakhir saat pidato penutup, Jokowi bahkan membaca baris demi baris kertas contekannya. Sebaliknya, tim Prabowo kurang bisa menghadirkan pertanyaan yang “menggigit” untuk kubu Jokowi. Salah satu blunder terbesar Prabowo ketika dia mengatakan akan kembali ke UUD tgl 18 Agustus 1945. Hal ini jelas mencederai semangat reformasi. UUD sebelum amandemen pernah digunakan Sukarno tahun 1959-1965 dan Suharto 1966-1998 untuk menjalankan pemerintahan otoriter.

Prabowo sebenarnya punya keunggulan potensial dibandingkan Jokowi. Dengan basis pendidikan modern, seperti terlihat di berbagai wawancara dalam Bahasa Inggris dan Indonesia, Prabowo lebih bisa menyajikan gagasannya secara lebih terstruktur dan komprehensif dibanding Jokowi. Sejak masih muda, Prabowo sudah dilatih untuk berbicara di depan publik, misalnya sejak berpangkat letnan dua pada usia 20an, Prabowo sudah berbicara dengan anak buahnya yang pangkatnya lebih rendah, paling tidak dalam apel-apel rutin. Pada saat itu, Jokowi masih sibuk dengan amplas, meja dan kursi.
Potensi dan kelebihan Prabowo inilah yang harusnya ditonjolkan dalam debat capres yang menjadi puncak bagi seluruh perjuangan politiknya selama ini. Sayangnya, modal dasar Prabowo seperti kurang muncul dalam debat pertama.
Jokowi sadar betul dengan kelemahannya yang tampil kurang meyakinkan di depan publik dan mendengarkan nasihat tim kampanyenya secara mendalam. Dia dan JK cukup efektif berbagi peran. JK menjadi penyerang Prabowo yang efektif sementara Jokowi lebih bertugas memaparkan ide dan gagasan.


Hanya saja, kampanye masih panjang. Materi debat tentang Ekonomi atau Ketahanan Nasional mungkin akan lebih menguntungkan Prabowo-Hatta karena pengalaman Prabowo di militer dan Hatta di ekonomi makro. Satu hal yang pasti, debat capres bukan hanya tentang bagaimana performa dan kapasitas individual pasangan capres dan cawapres tetapi juga memperlihatkan kesolidan tim kampanye masing-masing pasangan.

Thursday, June 19, 2014

Analisa Hasil Debat Capres 2014

Debat malam ini terasa benar benar berbobot dari dua belah pihak. Saya akan menganalisa tentang Pendidikan dan Kesehatan, lalu tentang Ekonomi Kreatif, dalam debat capres saat itu.

Pendidikan dan kesehatan 
         Untuk masalah pendidkan, prabowo mencangankan wajib belajar 12 tahun dengan biaya negara (artinya wajib 12 tahun gratis) dengan penambahan anggaran 40 trilliun untuk merealisasikannya, sementara di bidang kesehatan, prabowo lebih fokus pada peningkatan pendapatan bagi para pekerja dibidang kesehatan seperti dokter ,perawat atau bidan.

        Untuk anggaran wajib belajar 12 tahun, cukup realistis jika butuh anggaran 40 trilliun, anggaran ini bisa didapat dari kebocoran anggaran negara atau pemotongan subsidi yang juga diamini oleh jokowi. Namun di sisi kesehatan, prabowo hanya fokus ke masalah gaji dan UANG. Meningkatkan kesejahteraan itu penting, namun kenapa tidak dibahas masalah obat murah, atau subsidi buat rumah sakit terutama swasta sehingga tidak ada lagi rumah sakit menolak pasien karena tidak mampu. Rumah sakit swasta cukup banyak diindonesia, harusnya ada anggaran buat RS Swasta ini,, menngingat biaya operasional rumah sakit memang murni dari tarikan biaya pasien. Jadi, jangan salahkan RS kalau menolak pasien, karena bayar obat, dokter dan alat alat kesehatan itu juga butuh dana. Poin ini tidak dibahas oleh prabowo.

       Sementara di kubu jokowi, mengandalkan kartu indonesia sehat dan kartu sejenis untuk pendidikan (mungkin maksudnya jokowi itu kartu untuk rakyat tidak mampu sekolah). intinya, jokowi fokus ke dua kartu itu.
Tidak salah dengan kartu itu, masalahnya ide JOKOWI sudah diimplementasikan oleh SBY dengan program BPJS sejak 1 januari tahun 2014 ini. Jadi buat apa kartu jakarta sehat di 'nasionalisasi'? ,SBY bisa ketawa dengar penjelasan jokowi.
Untuk masalah pendidikan, sepertinya jokowi dan Prabowo sepakat bahwa pendidikan 12 tahun wajib itu adalah bagus, dan keduanya sepakat anggaran bisa diambil dari pemotongan subsidi BBM.

Ekonomi kreatif 
       Pertanyaan jokowi ini benar benar menohok ke Prabowo, saking fokusnya prabowo ke pertanian, prabowo tidak siap dengan peranyaan seperti ini, bahkan prabowo tidak paham tentang ekonomi kreatif itu sendiri. Jawaban prabowo tidak mengena. Jokowi lebih menguasai masalah ini mengingat jokowi dekat dengan pelaku ekonomi kreatif seperti desainer, musisi, aktor atau perajin.

      Prabowo sepertinya baru paham ekonomi kreatif setelah dijelaskan oleh jokowi dan baru jawaban prabowo mendukung tentang ekonomi kreatif dengan memberi contoh anaknya. Prabowo juga cukup elegan menjawab pertanyaan ini dengan mendukung ide bagus jokowi dan 'menyalahkan' tim suksesnya. Prabowo bersikap kesatria dengan menghargai ide dari lawannya. Ini merupakan sikap yang sangat baik dan sangat diapresiasi, bahkan pendukung jokowi di twitter pun mengapresiasi dukungan prabowo . Dengan bahasa tweet "prabowo aja dukung jokowi". Nah ini contoh debat yang mendidik, tujuannya bukan menang, tapi mencari solusi dari permasalahan bangsa.